Kamis, 26 Mei 2011

Implementasi Ekonomi Islam menuju Islam Kaffah

Artikel ini diambil dari : 
http://zonaekis.com

Islam sebagai ad-din mengandung ajaran yang komprehensif dan sempurna     ( syumul ). Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tidak saja aspek ibadah, tetapi juga aspek muamalah, khususnya ekonomi Islam. Al- Qur’an secara tegas menyatakan kesempurnaan Islam tersebut dalam banyak ayat, antara lain, ( QS. 5:3, 6:38, 16:89).

Kesempurnaan Islam itu tidak saja diakui oleh intelektual muslim, tetapi juga para orientalist barat, di antaranya H.A.R Gibb yang mengatakan, “ Islam is much more than a system of theology it’s a complete civilization.”
Salah satu ajaran Islam yang mengatur kehidupan manusia adalah aspek ekonomi (mua’malah, iqtishodiyah ). Ajaran Islam tentang ekonomi cukup banyak, baik dalam Al-quran, Sunnah, maupun ijtihad para ulama. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian Islam dalam masalah ekonomi sangat besar. Ayat yang terpanjang dalam Al-Quran justru berisi tentang masalah perekonomian, bukan  masalah ibadah (mahdhah) atau aqidah. Ayat yang terpanjang itu ialah ayat 282 dalam surah Albaqarah, yang menurut Ibnu Arabi ayat ini mengandung 52 hukum/malasah ekonomi).

C.C. Torrey dalam The Commercial Theological Term in the Quran
menerangkan bahwa Alquran memakai 20 terminologi bisnis. Ungkapan tersebut malahan diulang sebanyak 720 kali. Dua puluh terminologi bisnis tersebut antara lain,  1.Tijarah, 2. Bai’, 3. Isytara, 4. Dain (Tadayan) , 5. Rizq, 6. Riba, 7. dinar, 8. dirham, 9. qismah 10. dharb/mudharabah, 11. Syirkah, 12. Rahn, 13.Ijarah/ujrah, 14. Amwal 15.Fadhlillah 17. akad/’ukud 18. Mizan (timbangan) dalam perdagangan, 19. Kail (takaran) dalam perdagangan, 20. waraq (mata uang).

Nabi Muhammad menyebut, ekonomi adalah pilar pembangunan dunia. Dalam berbagai hadits ia juga  menyebutkan bahwa para pedagang (pebisnis) sebagai profesi terbaik, bahkan mewajibkan ummat Islam untuk menguasai perdagangan.
“ Hendaklah kamu kuasai bisnis, karena 90 % pintu   rezeki ada dalam bisnis”. (H.R.Ahmad)
”Sesungguhnya sebaik-baik usaha/profesi adalah usaha perdagangan (H.R.Baihaqi) (Sumber Muhammad Ali As-Sayis, Tafsir Ayat al-Ahkam, Juz 2, tp, tt, hlm 86.)

Demikian besarnya penekanan dan perhatian Islam pada ekonomi, karena itu tidak mengherankan jika ribuan  kitab Islam membahas konsep ekonomi Islam. Kitab-kitab fikih senantiasa membahas topik-topik mudharabah, musyarakah, musahamah, murabahah, ijarah, wadi’ah, wakalah, hawalah, kafalah, jialah, ba’i salam,istisna’, riba, dan ratusan konsep muamalah lainnya.  Selain dalam kitab-kitab  fikih, terdapat karya-karya ulama klasik yang sangat melimpah dan secara panjang lebar (luas) membahas konsep dan ilmu ekonomi Islam. Pendeknya, kajian-kajian ekonomi Islam yang dilakukan para ulama Islam klasik sangat melimpah.

Prof. Dr. Muhammad N. Ash-Shiddiqy, dalam buku “Muslim Economic Thinking” meneliti 700 judul buku yang membahas ekonomi Islam. (London, Islamic Fountaion, 1976)
Dr. Javed Ahmad Khan dalam buku Islamic Economics & Finance : A Bibliografy, (London, Mansell Publisihing Ltd) , 1995 mengutip 1621 tulisan tentang Ekonomi Islam,
Seluruh kitab fikih Islam membahas masalah muamalah, contoh : Al-Umm (Imam Syafi’i), Majmu’ Syarah Muhazzab (Imam Nawawi), Majmu Fatawa (Ibnu Taimiyah). Sekitar 1/3 isi kitab tersebut berisi tentang kajian muamalah. Oleh karena itulah maka Prof. Dr.Umer Ibrahim Vadillo (intelektual asal Scotlandia)  pernah menyatakan dalam ceramahnya di Program Pascasarjana  IAIN Medan,  bahwa 1/3 ajaran Islam tentang muamalah.
Materi kajian ekonomi Islam pada masa klasik Islam itu cukup maju dan berkembang. Shiddiqi dalam hal ini menuturkan :
“Ibnu Khaldun has a wide range  of discussions on economics including the subject value, division of labour, the price system, the law of supply and demand, consumption and production, money, capital formation, population growth, macroeconomics of taxation and public expenditure, trade cycles, agricultural, industry and trade, property and prosperity, etc.  He discussses the various  stages through which societies pass in economics progress. We also get the basic idea embodied in the backward-sloping supply curve of labour” (Shiddiqy, Muhammad Nejatullah, Muslim Economic Thinking,  A Survey of Contemporary Literature, dalam buku  Studies in Islamic Economics, International Centre for Research in Islamic Economics King Abdul Aziz Jeddah  and The Islamic Foundation, United Kingdom,  1976, hlm. 261.)
(Artinya, “Ibn Khaldun membahas aneka ragam masalah ekonomi yang luas, termasuk ajaran tentang tata nilai, pembagian kerja, sistem harga, hukum penawaran dan permintaan/Supply and demand, konsumsi dan produksi, uang, pembentukan modal, pertumbuhan penduduk, makro ekonomi dari pajak dan pengeluaran publik, daur perdagangan, pertanian, industri dan perdagangan, hak milik dan kemakmuran, dan sebagainya. Ia juga membahas berbagai tahapan yang dilewati masyarakat dalam perkembangan ekonominya. Kita juga menemukan paham dasar yang menjelma dalam kurva penawaran tenaga kerja yang kemiringannya berjenjang mundur).
Boulakia bahkan menyatakan bahwa Ibnu Khaldun jauh mendahului Adam Smith, Keyneys, Ricardo dan Robert Malthus.

Ibnu Khaldun  discovered  a great number  of fundamental economic notions a few centuries before their official births. He discovered  the virtue and the necessity  of a division of labour before Smith and the principle of labour value before Ricardo. He elaborated  a theory  of population before Malthus and insisted  on the role  of the state in the economy before Keyneys. But much more than that, Ibnu Khaldun used these concepts to build a coherent dinamics system in which the economic mechanism inexorably led economic activity to long term fluctuation…..[1]. (Sumber Boulakia, Jean David C., “Ibn Khaldun: A Fourteenth Century Economist” – Journal of Political Economiy 79 (5) September –October 1971: 1105-1118
(Artinya, “Ibn Khaldun telah  menemukan sejumlah besar ide dan pemikiran ekonomi fundamental beberapa abad sebelum kelahiran ”resminya” (di Eropa). Ia  menemukan keutamaan dan kebutuhan suatu pembagian kerja sebelum ditemukan Smith dan prinsip tentang nilai kerja sebelum Ricardo. Ia telah mengolah suatu teori tentang kependudukan sebelum Malthus dan mendesak akan peranan negara di dalam perekonomian sebelum Keynes. Bahkan lebih dari itu, Ibn Khaldun telah menggunakan konsepsi-konsepsi ini untuk  membangun suatu sistem dinamis yang mudah dipahami di mana mekanisme ekonomi telah mengarahkan kegiatan ekonomi kepada fluktuasi jangka panjang…:”)

Demikian gambaran maju dan berkembangnya ekonomi Islam di masa lampau.Tetapi sangat disayangkan, dalam waktu yang relatif panjang yaitu sekitar 7 abad ( sejak abad 13 s/d pertengahan abad 20 ), ajaran –ajaran Islam tentang ekonomi ditelantarkan dan diabaikan kaum muslimin. Akibatnya ekonomi Islam terbenam dalam limbo sejarah dan mengalami kebekuan  (stagnasi ). Dampak selanjutnya, ummat Islam tertinggal  dan terpuruk dalam bidang ekonomi. Dalam kondisi yang demikian, masuklah kolonialisme barat mendesakkan dan mengajarkan doktrrin-doktrin ekonomi ribawi (kapitalisme), khususnya sejak abad 18 sd abad 20. Proses ini berlangsung lama, sehingga paradigma dan sibghah ummat Islam menjadi terbiasa dengan sistem kapitalisme dan malah sistem, konsep dan teori-teori itu menjadi berkarat dalam pemikiran ummat Islam. Maka sebagai konsekuensinya, ketika ajaran ekonomi Islam kembali mau ditawarkan kepada ummat Islam, mereka melakukan penolakan, karena dalam pikirannya telah mengkristal pemikiran ekonomi ribawi, pemikiran ekonomi kapitalisme. Padahal ekonomi syari’ah adalah ajaran Islam yang harus diikuti dan diamalkan, sebagaimana terdapat dalam firman Allah dalam Al-Quran
Firman Allah tersebut terdapat dalama surah Al-Jatsiyah ayat 18 :
”Kemudian kami jadikan bagiu kamu sebuah syari’ah, maka ikutilah syriah itu, dan jangan kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui
Sikap ummat Islam (utamanya para ulama dan intelektual muslim) yang mengabaikan kajian-kajian muamalah sangat disesalkan oleh ulama (para ekonom muslim). Prof. Dr.Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqi mengatakan dalam buku  ”Muslim Economic Thinking”, sebagai berikut
“The ascendancy of the Islamic civilization and its dominance of the world scene for  a thousand years  could not have been unaccompanied  by economic ideas as such. From Abu Yusuf in the second century  to Tusi and Waliullah  we get a contiunity of serious  discussion on taxation,  government expenditure,  home economics, money  and exchange, division of labour, monopoly, price control,  etc, Unfortunelly no serious attention has been paid to this heritage by centres of academic research in economics. (Muslim Economic Thingking, Islamic Fondation United Kingdom, 1976, p 264)
Artinya, “Kejayaan peradaban Islam dan pengaruhnya atas panggung sejarah dunia untuk 1000 tahun, tidak mungkin tanpa diiringi dengan ide-ide (pemikiran) ekonomi dan sejenisnya. Dari Abu Yusuf pada abad ke 2 Hijriyah sampai ke Thusi dan Waliullah  kita memiliki kesinambungan dari serentetan  pembahasan yang sungguh-sungguh mengenai perpajakan, pengeluaran pemerintah, ekonomi rumah tangga, uang dan perdagangan, pembagian kerja, monopoli, pengawasan harga dan sebagainya. Tapi sangat disayangkan, tidak ada perhatian yang sungguh-sungguh  yang diberikan atas   khazanah intelektual yang berharga ini oleh pusat-pusat riset akademik di bidang ilmu ekonomi”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar