Sabtu, 30 April 2011

Islam tidak Mengajarkan Kekerasan

INDONESIA termasuk negara dan bangsa yang penduduknya religius. Mayoritas adalah muslim. Kerukunan hidup beragama secara umum relatif baik (positif). Meski bangsa Indonesia gabungan dari ratusan suku bangsa yang berbhinneka dengan masing-masing ciri, karakter, tradisi dan budaya, namun selalu menunjukkan kesatuan dan persatuan.

Hanya saja, akhir-akhir ini sering terjadi peristiwa kekerasan yang terasa mengusik kedamaian. Bentrok sering terjadi antara pendukung calon gubernur atau walikota dalam suatu pemilukada. Ada pula bentrok dengan anggota dewan, bentrok dalam pemilihan pimpinan suatu organisasi serta bentrok antara demonstran dengan polisi.

Ironisnya lagi, ada pula bentrok antara penduduk sebuah desa dengan penduduk desa lain, yang kadang-kadang hanya disebabkan hal yang sepele. Belakangan muncul bentrokan antara masyarakat dengan pengikut aliran Ahmadiyah yang sudah difatwakan MUI sebagai aliran sesat. Bahkan bentrokan ini telah menelan korban jiwa dan harta benda.      

Peristiwa bentrokan atau konflik selalu menghiasi halaman suratkabar dan tayangan televisi yang kadang-kadang juga telah memojokkan umat Islam. Memojokkan ormas-ormas Islam yang dituduh anarkis. Padahal ajaran Islam tidak pernah menyuruh umatnya melakukan kekerasan. Islam adalah agama yang damai, cinta keselamatan umat. Islam adalah rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin).

Tapi memang harus diakui masih ada kaum muslimin yang sulit melepas belenggu per-mu-suhan, seakan-akan gemar memelihara konflik. Bahkan hal itu terjadi sesama muslim sendiri. Mengapa ini bisa terjadi? Bagaimana kiat menghidupkan kembali fitrah damai pada diri kaum muslimin? Tentu tidak mudah menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Yang jelas, umat ini telah terkontaminasi dengan penyakit hati, seperti iri, dengki, sombong dan cepat emosional. Sehingga menimbulkan perasaan yang disebut SMOS (senang melihat orang susah dan susah melihat orang senang).

Mereka yang memenuhi hatinya dengan kebencian, dendam, iri hati dan kesombongan, pada dasarnya telah menghancurkan fitrah damai dalam dirinya sendiri. Mereka telah merubah fitrah positifnya menjadi energi negatif yang merusak dan menganiaya diri sendiri.

Sebenarnya setiap hati manusia menolak perselisihan, konflik dan bentrokan atau peperangan. Tak ada satu orangpun di muka bumi ini yang merasa nyaman berada dalam suasana konflik. Atau ancaman keselamatan seperti teror bom. Di negeri kita yang penduduknya mayoritas beragama Islam, akhir-akhir ini selalu diresahkan berbagai kerusuhan. Di mana-mana terjadi bentrokan antara aparat keamanan dengan pelaku demo, tawuran antar pelajar, bentrok antar keluarga dan lain sebagainya.

Hal itu terjadi karena ego diri dan ego kelompok seringkali menutupi dan mengubur dalam-dalam potensi (fitrah) damai dalam diri masing-masing sehingga sifat “salam” tak lagi muncul.
Kesombongan yang dibungkus dengan berbagai alasan yang masuk akal, ambisi yang dikemas dengan sangat rapi dan “kepentingan” (egoisme pribadi dan kelompok) yang ditampilkan dalam bentuk “demi kehormatan diri, demi kehormatan kelompok”, demi dan demi yang lain seringkali menyumbat rapat-rapat fitrah damai. Akibatnya, yang keluar justru keinginan untuk menguasai, menaklukkan dan mengalahkan pihak-pihak lain.

Allah SWT yang memiliki asma dan sifat As-Salam (Maha Damai), telah meniupkan ruh kedamaian (milik)-Nya kepada setiap manusia, sehingga mereka secara fitrah mencintai dan berkecenderungan untuk selalu mewujudkan kedamaian. Meski batin manusia sering dilanda konflik, tapi pada dasarnya mereka tetap menginginkan hati yang damai, jiwa yang tenang (muthmainnah) dan batin yang sejahtera.

Aura kedamaian batin akan terpancar melalui raut muka yang berseri, dari mulut akan keluar kata-kata yang manis dan positif, langkah kaki yang indah serta perilaku yang santun dan beradab.
Apa yang dapat kita rasakan ketika berada di suatu tempat yang sejuk, diiringi suara gemercik air dan kicauan burung bersahut-sahutan. Harmoni alam telah menyulap suasana menjadi tenang, damai dan sejahtera.

Begitulah fitrah alam yang mengajarkan kepada kita tentang harmoni, kedamaian dan kesejahteraan. Itulah sebabnya setiap muslim, bila bertemu dengan sesama muslim, dianjurkan untuk menularkan energi positif melalui senyuman.

Rasulullah SAW dalam sebuah hadistnya menegaskan: “Senyuman ke wajah saudaramu adalah sedekah.” Senyuman tulus yang berasal dari jiwa yang ikhlas merupakan kekuatan yang amat dahsyat dalam mewujudkan kedamaian.

Senyuman seperti itu merupakan energi positif yang dapat mengubah suasana yang tegang menjadi lentur, yang bermuara kepada persahabatan. Apalagi jika diiringi jabatan tangan sambil mengucapkan salam.

Nabi SAW bersabda: “Apabila kamu saling berjumpa, maka sebaiknya kalian saling mengucapkan salam dan berjabat tangan. Jika kalian berpisah maka berpisahlah dengan ucapan istighfar.” (HR Ath-Thahawi).

Sebagai seorang muslim kita seharusnya menjadikan “salam” atau damai sebagai prinsip hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar